Pandangan Ulama Terhadap Filsafat
Pandangan
Ulama Terhadap Filsafat
Dalam
hal ini, para ulama terbagi menjadi dua pendapat, sebagian ulama menerima dan sebagiannya lagi menolak. Adapun
ulama yang menerima dan menolak filsafat, yaitu:
1.
Dari Kalangan Imam yang
Empat
a.
Imam Abu Hanifah
Beliau
terkenal sebagai imam fiqih yang banyak
menggunakanra’yu dalam ijtihadnya. Namun demikian, beliau ternyata
juga mengkritik istilah-istilah filsafat yang biasa digunakan dalam
Ilmu filsafat seperti; al-‘aradh dan al-ajsam. Beliau pernah ditanya oleh Nuh al-Jami’. “Apa yang anda katakan tentang
istilah-istilah yang dibuat-buat oleh manusia dalam al-‘aradh dan al-jism ?.” Maka Imam Abu Hanifah menjawab; “Itu
adalah istilah-istilah ahli filsafat. Engkau wajib mengikuti atsar (hadits) dan
jalan para salaf al-shâlih, dan engkau wajib menjauhi perkara-perkara
yang diada-adakan dalam agama karena ia adalah bid’ah.”
b.
Imam Malik.
Dia berargumentasi bahwa
seandainya ilmu kalam itu memiliki kebaikan, tentunya para sahabat dan tabi’in
sebagai generasi terbaik (hadits; khairul qurûn) sudah
membicarakannya sebagaimana mereka membicarakan hukum dan syari’at. Pendapat
Imam Malik tersebut dinukil berdasarkan sebuah riwayat bahwa Abdurrahman ibn
Mahdi berkata bahwa ia menamui Imam Malik dan disisinya ada seorang lelaki bertanya,
maka beliau menjawab; “Barangkali engkau termasuk sahabatnya Amr ibn Ubaid (al-Mu’tazili). Semoga Allah melaknat Amr, karena
ia membuat-buat bid’ah kalam ini. Seandainya kalam itu sebuah ilmu tentu para
sahabat dan tabi’in telah membicarakannya sebagaimana mereka membicarakan hukum
dan syari’at.” Imam Malik juga pernah memberikan pernyataan; “Kalam dalam agama
Allah aku benci. Dan senantiasa penduduk negeri kami membenci kalam dan melarangnya.”
c.
Imam al-Syafi’i
Beliau adalah ulama
Ahlusunnah yang terkenal sangat keras fatwanya kepada para penikmat filsafat
termasuk di dalamnya mutakallimîn. Beliau pernah berkata; “Jika seseorang diuji
oleh Allah dengan semua dosa yang dilarang oleh Allah selain syirik, maka itu
lebih baik baginya daripada diuji denga kalam. Sungguh saya telah mengetahui
dari ahli kalam, sesuatu yang saya kira tidak seorang muslimpun mengatakan hal
itu.” Pada kesempatan lain beliau juga berfatwa dengan fatwa yang terkenal
yaitu; “Hukumku untuk ahli kalam adalah mereka dipukuli dengan pelepah kurma
dan sandal, diarak di tengah-tengah masyarakat dan kabilah (keliling kota dan
desa), sambil dikatakan; ini adalah balasan orang yang meninggalkan al-Qur’an
dan al-Sunnah dan mengambil Ilmu Kalam.”
d.
Imam Ahmad Ibn Hanbal
Pada masa Khalifah Al-Mutawakkil, beliau mengirim surat kepadanya
dengan berkata; “Saya bukan ahli kalam (shâhib al-kalâm) dan saya tidak memandang kalam dalam hal
ini, selain dari kitab Allah dan sunnah rasulnya serta apa yang berasal dari
para sahabat atau tabi’in. Adapun selain itu maka kalam di dalamnya adalah
tidak terpuji.”
Dari pernyataan di atas,
imam yang empat secara umum menolak adanya filsafat karna filsafat itu lebih
banyak mengandung kemudharatannya. Walaupun demikian, pendapat-pendapat diatas
merupakan gambaran bahwa disiplin ilmu filsafat merupakan disiplin ilmu
tersendiri dalam Islam.
2.
Ulama yang Membahas Filsafat
a.
Imam Ibn Abdil Barr
Dia dikenal dengan
julukan Hâfiz al-Maghrîb Abu Yusuf ibn
Abdillah al-Andalusi (w. 463 H) berkata; “Ahli Fiqih dan
Ahli Hadits dari semua penjuru negeri Islam berijma’ bahwa ahli kalam
adalah ahli ahwa’ (pengikut hawa nafsu) dan zaigh(penyimpangan).”
b.
Imam al-Baghawi al-Syafi’i
Pengarang kitab yang
ma’ruf seperti Ma’âlim al-Tanzîl, Syarhal-Sunnah, Al-Tahdzîb fî Mazhâb (w. 516
H) berkata; “Para ulama Ahlusunnah telah bersepakat tentang dilarangnya jidal
(perdebatan) dan khusumat (pertengkaran) dalam sifat-sifat Allah, dan
bersepakat atas dilarangnya menyelami Ilmu Kalam dan mempelajarinya.”
c.
Al-Ghazali
Dia menganggap Tuhan
sebagai pencipta yang aktif berkuasa, yang sangat memelihara dan menyebarkan
rahmat (kebaikan) bagi sekalian alam. Berbeda dengan prinsip filsafat klasik
Yunani yang menganggap bahwa Tuhan sebagai kebaikan yang tertinggi, tetapi
pasif menanti, hanya menunggu pendekatan diri dari manusia, dan menganggap
materi sebagai pangkal keburukan sama sekali.
Dari pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa Imam Ibn Abdil Barr menerima filsafat karna filsafat
disamakan dengan ijma’. Sedangkan Imam al-Baghawi al-Syafi’I menolak adanya
filsafat. Demikian halnya Imam al-Ghazali, dia juga melarang mempelajari
filsafat karna filsafat banyak yang melampaui batas dari yang diperintahkan.
Dalam hal ini penulis
juga berpendapat, bahwa filsafat itu sah-sah saja untuk dipelajari dengan
ketegasan orang yang mempelajari filsafat harus mengerti mengenai koridor atau
ketetapan filsafat itu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar